Maxie Dunnam, Presiden Sekolah
Seminari Alkitab Asbury, berkisah mengenai Dr. Maxwell Maltz, seorang dokter
bedah plastik, dalam bukunya yang berjudul, “Ini adalah Kekristenan.” Seorang
pria terluka dalam kebakaran ketika ia mencoba menyelamatkan orang tuanya dari
dalam rumah yang terbakar. Tetapi ia tidak dapat menyelamatkan orang tuanya.
Mereka meninggal. Wajahnya terbakar dan menjadi cacat. Ia salah mengartikan
kesakitan yang dideritanya sebagai hukuman dari Tuhan. Pria itu tidak
mengijinkan siapapun untuk pun melihat wajahnya, termasuk sang istri.
Sang istri menemui Dr. Maltz dan
meminta pertolongan. Sang dokter memberitahu sang istri untuk tidak menjadi
khawatir, “Saya dapat memulihkan wajahnya.” Sang istri tidak yakin jika
suaminya akan mengijinkan sang dokter untuk menolongnya karena suaminya sudah
berulangkali menolak pertolongan dari orang lain.
Kemudian sang istri berkata, “Itulah
alasannya mengapa saya menemui Anda. Saya ingin Anda membuat wajah saya cacat
sehingga saya pun bisa seperti suami saya! Jika saya dapat berbagi
kesakitannya, mungkin ia akan mengijinkan saya untuk kembali ke dalam
kehidupannya.”
Dr. Maltz sangat terkejut. Ia menolak
permintaan sang istri tetapi tersentuh oleh kasih wanita tersebut bagi suaminya
sehingga ia pun berbicara dengan sang suami. Sambil mengetuk kamar si suami, ia
berteriak dengan suara keras, “Saya adalah seorang dokter bedah plastik, dan
saya ingin Anda tahu bahwa saya dapat memulihkan wajah Anda.”
Tidak ada jawaban. “Keluarlah”. Tidak
ada jawaban. Sambil berbicara melalui pintu, Dr. Maltz memberitahu sang suami
mengenai rencana istrinya. “Istrimu ingin saya membuat wajahnya menjadi cacat,
membuat wajahnya seperti wajah Anda supaya Anda mengijinkannya masuk kembali ke
dalam kehidupan Anda. Begitulah besar kasih istri Anda kepada Anda.”
Ada sebuah keheningan, dan kemudian,
tombol pintu mulai dibuka.
Apa yang dirasakan oleh wanita itu
kepada suaminya adalah apa yang dirasakan Tuhan mengenai Anda. Ia merendahkan
diriNya dan mengambil rupa sebagai manusia dan mati menggantikan kita.
No comments:
Post a Comment