Thursday, 29 September 2016

MARRIAGE 37: ASUMSI YANG SALAH

Seorang pastor bercerita bagaimana ia harus melarikan bayi perempuannya ke kamar darurat agar dokter bisa memompa perutnya. Sang bayi dilahirkan tanpa kemampuan untuk mencium. Suatu hari sang bayi merangkak di lantai dan menemukan semangkuk terpentin, atau bahan pengencer cat. Terpentin itu terlihat seperti susu, dan karena sang bayi tidak dapat mencium maka ia pun meminum terpentin itu dan menjadi sangat sakit karenanya.


Asumsi yang salah dapat mengarah kepada kesimpulan yang salah, dan kesimpulan yang salah dapat mengarah kepada tindakan yang salah. Dalam beberapa kasus, kita bisa menertawakan akibat dari asumsi kita yang salah. Dalam beberapa kasus yang lain, asumsi yang salah bisa mematikan.


Sebagian besar dari kita hidup dengan beberapa asumsi yang salah. Orang tua kita, guru kita, kebudayaan kita, media, memberikan input kedalam hidup kita. Dan beberapa dari input tersebut adalah asumsi yang salah.

Sebagai contoh, banyak orang muda memiliki asumsi yang salah bahwa pernikahan yang baik itu dibangun di atas cincin berlian, perasaan yang enak dan kesesuaian. Asumsi yang salah seperti itu mengarah kepada kesimpulan yang salah, bahwa tidak ada hal lainnya yang diperlukan untuk membangun sebuah pernikahan yang baik. Akibatnya adalah tidak adanya tindakan setelah pernikahan, yang sering mengarah kepada kekecewaan dan bahkan perceraian.

Di sisi lain mereka yang sudah menikah dan memiliki pernikahan yang baik mengetahui bahwa kerja keras, pengampunan dan pengorbanan diri haruslah menjadi bagian dari persamaan untuk sebuah pernikahan yang baik. Asumsi yang salah mengarah kepada kesimpulan yang salah, dan akhirnya mengarah kepada tindakan yang salah.
 

No comments:

Post a Comment